FUNGSI
HEPAR DALAM
METABOLISME KARBOHIDRAT
Tubuh
mendapat bagian terbesar dari energinya dengan perombakan oksidatif glukosa.
Glukosa merupakan gula sederhana berisi rantai karbon 6 yang terdapat dalam
makanan sebagai sakarosa, laktosa, maltosa, dan Amylum. Kebanyakan karbohidrat
makanan merupakan polisakarida, pati, selulosa tak dapat dicerna oleh manusia.
Amilase saliva mulai mencerna karbohidrat dengan mengkonversi sedikit pati ke
dekstrin batas α, maltotriosa ke maltosa disakarida. Tak terjadi pencernaan
karbohidrat secara kimia lebih lanjut di dalam lambung. Amilase pankreas
mengubah pati yang belum diubah menjadi dan dekstrin ke maltosa.
Pencernaan dilanjutkan dengan maltase
dan isomaltase yang mengkonversi maltosa menjadi glukosa. Glukosa merupakan
monosakarida utama dari produk akhir pencernaan karbohidrat.
Amilase merupakan enzim pencernaan
yang memecahkan amylum menjadi molekul yang lebih kecil. Enzim ini disekresikan
ke dalam air liur dan kedalam saluran
cerna bagian atas dan mendepolimer zat-zat pati dalam makanan menjadi
potongan-potongan yang dapat diserap. Amilase dalam suasana alkali bekerja atas
zat tepung bila pembungkus selulose pada zat tepung telah pecah, misal sudah
dimasak, kemudian tepung tadi diubah menjadi maltosa. Kerja ini dmulai didalam
mulut, ludah ditelan bersama dengan makanan dan kerja amilase ludah terus
berjalan didalam lambung sampai makanan berubah menjadi asam oleh sekresi
cairan lambung. Enzim amilase yang bermakna dalam fisiologis dan diagnosis
yaitu amilase kelenjar ludah (ptialin) dan pankreatik amilase.
Absorpsi
karbohidrat dilakukan dan berlangsung di dalam usus halus dalam bentuk
monosakarida yaitu glukosa, fruktosa dan galaktosa masuk kedalam pembuluh
kapiler darah di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami
metabolisme lebih lanjut, dapat dimanfaafkan sebagai energi atau disimpan
sebagai glikogen atau dikonversi menjadi senyawa lain. Normalnya lebih dari 99%
karbohidrat dalam diet dicerna dan diabsorpsi serta jumlah karbohidrat dalam
feses dapat diabaikan. Bila ada defek
absorpsi pada mukosa usus (pada seliak) atau bila usus pada diare berat
atau pada defisiensi disakaridase maka absorpsi glukosa berkurang dan bisa
dideteksi dalam feses. Reseksi usus kecil pasti sangat mengurangi absorpsi
glukosa secara bermakna.
Absorpsi glukosa lebih cepat pada
pasien-pasien dengan hipertiroidisme dan lambat pada hipotiroidisme. Kelenjar
hipofisa anterior bekerja atas absorpsi karbohidrat melalui tiroidea dan
korteks adrenalis.
Glukosa
tak bisa dimetabolisme lebih lanjut sampai ia telah dikonversikan ke glukosa 6
fosfat oleh reaksi dengan ATP, reaksi ini dikatalisa oleh enzim heksokinase
yang tak spesifik dan juga oleh glukokinase yang spesifik didalam hati. Sekali
glukosa menjadi glukosa 6 fosfat, ia dapat dikonversi menjadi glikogen untuk
disimpan dan tak dapat berdifusi keluar dari sel. Proses pembentukan glikogen
yang berasal dari glukosa disebut glikogenesis dan proses ini hanya terjadi
didalam hati. Glukosa yang tak dikonversi menjadi glikogen melintasi hepar,
melalui sirkulasi sistemik ke jaringan, ditampat mana ia dapat dioksidasi,
disimpan sebagai glikogen otot atau dikonversi menjadi lemak dan disimpan dalam
depot-depot lemak. Glikogen didalam hepar berlaku sebagai cadangan karbohidrat
dan melepaskan glukosa ke sirkulasi bila penggunaan glukosa perifer merendahkan
konsentrasi glukosa didalam darah dan proses ini dinamakan glikogenolisis. Reaksi
glikogenesis dan glikogenolisis mempunyai arti yang sangat penting dalam
pengaturan kadar glukosa darah. Glikogen otot dikonversi menjadi asam laktat
oleh glikolisis anaerobik, ia tak dapat menghasilkan glukosa karena tak
mempunyai glukosa 6 fosfatase.
Sebagai hasil pertengahan metabolisme
glukosa menyusun asam piruvat, asam laktat dan asetil-coenzim A (acetyl-CoA).
Jika glukosa dioksidasi total terjadi CO2, air dan energi yang
disimpan sebagai fosfat berenergi tinggi (ATP). Hati sanggup mengubah glukosa
yang tidak terpakai melalui senyawa-senyawa pertengahan menjadi asam lemak yang
disimpan sebagai trigliserida dan menjadi asam amino untuk membentuk protein.
Hati berperan dalam menentukan apakah glukosa langsung dipakai selaku bahan
bakar atau disimpan atau digunakan untuk tujuan struktural. Bila banyaknya
glukosa atau glikogen tidak cukup untuk menutupi kebutuhan energi, hati dapat
mensintesis glukosa dari asam lemak dan dari asam amino yang berasal dari
protein, proses ini disebut glukoneogenesis.
- Pengaturan
metabolisme glukosa oleh hormon
Insulin adalah
polipeptida dengan BM kira-kira 6000 dalton, terdiri dari 51 asam amino yang
tersusun dalam 2 rantai ; rantai A yang terdiri dari 21 asam amino dan rantai B
terdiri dari 30 asam amino yang
keduanya dihubungkan oleh ikatan
disulfida. Insulin disintesis oleh sel b pancreas dari proinsulin.
Proinsulin merupakan suatu polipeptida
yang merupakan prazat dari insulin, yang disintesa dari sel b pancreas. Pada saat
penyimpanan proinsulin didalam sel, dua rantai disulfida dibentuk pada rantai
tersebut. Proinsulin kemudian akan dirubah menjadi rantai ganda oleh suatu
proses proteolitik yang akan menyingkirkan rantai 31 asam amino yang dinamakan
C-peptida pada saat pengeluran kedalam sirkulasi.
Sekresi insulin diatur dengan ketat
untuk mendapatkan kadar gula darah yang stabil baik sesudah makan maupun dalam
keadaan puasa. Ia merupakan hormon utama yang mengatur metabolisme karbohidrat
serta interaksinya dengan metabolisme protein dan lipid. Sekresi insulin secara
primer diregulasi oleh kadar glukosa
plasma arteri dengan pengaruh skunder oleh stimulus nervus vagus. Efek total
insulin adalah mempermudah metabolisme glukosa selanjutnya untuk penyimpanan
dan untuk oksidase, jadi sifatnya merendahkan glukosa darah. Bila insulin tak
ada maka penggunaan glukosa menurun dan glukoneogenesis diperbesar.
Factor utama yang
berperan dalam pengaturan ini ialah: bermacam nutrien, hormon saluran cerna,
hormon pancreas dan neurotransmiter otonom. Glukosa, asam amino, benda keton
dan asam lemak akan merangsang sekresi insulin. Dengan stimulasi glukosa, suatu
jumlah ekuimolar insulin dan C-peptida akan diseksresikan kedalam darah. Dalam
keadaan puasa sekresi insulin terjadi dalam jumlah minimal, dan proinsulin akan
ikut tersekresi dalam jumlah sekitar 15% dari jumlah insulin. Akan tetapi
prosentasi insulin akan terlihat meningkat pada keadaan-keadaan seperti ; usia
lanjut, penderita diabetes kehamilan, diabetes gemuk, insulinoma dan sindroma
hiperproinsulinoma ( kasusnya jarang ). Bila terjadi hambatan pada metabolisme
glukosa didalam sel, maka perangsangan sekresi insulin juga akan terhambat.
Pada keadaan tersebut kadar glukosa
darah yang tinggi tidak akan
mampu merangsang sekresi insulin dan perangsangan baru akan terjadi
setelah diberi obat tertentu ( tolbutamid ).
Pada
orang sehat, kadar glukosa dalam darah dijaga tubuh agar tetap berada diantara
70-120 mg/dl (4-7 mmol/L) dengan pengendalian yang ketat agar terjadi
keseimbanagn antara produksi dan pemakaian glukosa. Secara umum glikosa didapat
dari makanan sehari-hari ( post prandial ) atau dapat pula dari glikogenolisis
dan glukoneogenesis (keadaan puasa). Glukosa akan dimetabolisme melalui
oksidasi, dan disimpan dalam bentuk glikogen atau lemak.
Kadar
glukosa dalam keadaan puasa ataupun post prandial diatur oleh interaksi antara
insulin dan glukagon. Insulin merangsang penyimpanan nutrisi melalui
glikogenesis, lipogenesis dan sintesa protein. Sebaliknya glukagon berfungsi
untuk mencegah hipoglikemia dengan merangsang proses glikogenolisis dan
glukoneogenesis. Selain glukagon hormon lain yang bekerja berlawanan dengan
insulin dalam metabolisme glukosa yaitu growth hormon, glukokortikoid, tiroksin
dan adrenalin, pada prinsipnya hormon-hormon ini bekerja dengan cara meningkatkan
glukosa darah.
Pencegahaan hipoglikemia pada keadaan
pusa sangat penting karena glukosa berperan penting sebagai sumber energi untuk
system saraf sentral, dan ketidak mampuan system saraf sentra untuk berfungsi dengan baik akan terjadi
bila kadar glukosa < 40 mg/dl. Sebaliknya pencegahan hiperglikemia juga
penting untuk menghindari kehilangan kalori karena glikosuria, bila kadarnya
> 180 mg/dl (nilai ambang ginjal).
Metabolisme
glukosa dipengaruhi oleh tiga factor: pertama, kemampuan tubuh untuk menghasilkan
insulin baik dalam keadaan akut maupun normal. Kedua, kemampuan insulin untuk
menghambat produksi glukosa dan menstimulasi pemakaian glukosa. Ketiga,
kemampuan glukosa untuk masuk kedalam sel tanpa adanya insulin yang dinyatakan
dengan sensitivitas atau efektifitas glukosa. Selain hal diatas metabolisme
glukosa juga dipengaruhi oleh banyak hormon lain seperti epinefrin, kortisol,
GH, somatostatin dan tiroid dan juga metabolit antara.
Glukosa difiltrasi oleh glomerulus dan
direabsorpsi tubulus normal rata-rata lebih dari 99 persen glukosa yang
memasuki filtrat glomerulus. Tubulus proksimalis ginjal bertanggung jawab bagi
kembalinya glukosa ke sirkulasi. Jika aliran plasma ginjal normal dan ginjal
sehat, maka pada konsentrasi glukosa darah kapiler lebih dari sekitar 10 mmol/l
(180 mg/dl), cukup glukosa yang difiltrasi tubulus ginjal untuk direabsorpsi
seluruhnya. Konsentrasi 10 mmol/l (180 mg/dl) dikenal sebagai ambang ginjal
bagi glukosa. Pengurangan aliran plasma ginjal (pada payah jantung atau deplesi
natrium) atau kerusakan glomerulus yang berat, yang mengurangi kecepatan
filtrasi glukosa melalui glomerulus. Dalam kasus seperti ini, konsentrasi
glukosa darah yang tinggi tak akan menyebabkan konsentrasi glukosa filtrat
glomerulus setinggi jika aliran plasma ginjal normal. Jika kekuatan reabsorpsi
tubulus tak berubah maka peningkatan ambang ginjal untuk glukosa untuk
hiperglikemia ringan tak akan menyebabkan glikosuria.
Kadar
glukosa darah tergantung atas keseimbangan antara masukkan karbohidrat, sintesa
glukosa endogen dan pelepasan oleh hepar disatu pihak serta penggunaan cadangan
glukosa dan ekskresi di pihak lain.
Hiperglikemia temporer karena
peningkatan glikogenolisis, bisa disebabkan karena sekresi adrenalin
berlebihan. Hiperglikemia setelah trauma serebri, penyakit serebrovaskuler dan
peningkatan tekanan intrakranial bisa menyebabkan peningkatan glikogenolisis.
Hiperglikemia artefak bila contoh darah diambil dari dekat tempat infus glukosa
intravena. Kelemahan toleransi glukosa
sering dengan hiperglikemia puasa, bisa terlihat pada penderita sirosis hepatis
dan infeksi stafilokokal berat.
Diabetes Melitus adalah suatu keadaan
yang timbul karena defisiensi insulin relatif atau absolut. Pengertian lainnya
ialah suatu penyakit gangguan metabolisme karbohidrat yang khronis (menahun)
dimana terjadi peninggian kadar glucosa darah (hiperglikemia) yang menetap dan
glikosuria, karena tubuh kehilangan kontrol terhadap gula adarah tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa disini terjadi kelainan metabolisme karbohidrat yang
ditandai dengan hiperglikemia kronik dan kurang efektifnya pemakaian glukosa.
Berdasarkan etiologinya, DM terbagi menjadi dua, yaitu: Insulin-Dependent
Diabetes Melitus ( IDDM ) atau DM type I, disini terjadi defisiensi insulin
yang absolut yang disebabkan karena kerusakan sel b pancreas yang diakibatkan
oleh adanya proses autoimunitas. Sedangkan type kedua yaitu Non-Insulin
Dependent Diabetes Melitus ( NIDDM ) atau DM type II, dimana terdapatnya
kelaianan kromosomal 7, 12, 20. Dari
kedua type DM diatas, penderita
DM di Indonesia lebih dari 90% adalah penderita DM type II sedangkan 5% - 10% adalah penderita DM type I.
Sekresi insulin
sifatnya bifasik, sekresi pertama akan terjadi 10 menit sebagai respon terhadap
pemberian glukosa secara intravenous (hal ini tidak terjadi pada NIDDM, perkembangan
dari resistensi insulin), selanjutnya diikuti dengan peningkatan sekresi yang
progresif, dan akan menetap selama masih adanya hiperglikemia.
Resistensi insulin didefinisikan
sebagai penurunan kapasitas insulin untuk meransang ambilan glukosa secara normal pada konsentrasi
insulin tertentu. Daerah utama resistensi insulin terjadi pda pasca reseptor
dari sel target, terutama pada jaringan otot skelet dan sel hati. Kerusakan
pasca receptor pada kerja insulin ini menyebabkan kompensasi peningkatan
sekresi insulin oleh sel b, sehingga terjadi
hiperinsulinemia pada keadaan puasa maupun post prandial.
Resistensi insulin
merupakan factor utama untuk perkembangan terjadinya sekelompok komplikasi yang
meningkatkan resiko PJK. Hal ini dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda:
pertama, hiperinsulinemia dan resistwensi insulin meningkatkan resiko PJK secara tidak langsung melalui efeknya
terhadap factor resiko, seperti: hipertrigliserida, kolesterol HDL, intoleransi
glukosa, obesitas, hipertensi dan factor yang merangsang pembentukan thrombus
dan gangguan fibrinilisin. Kedua, hiperinsulinemia dan resistensi insulin
mempunyai efek langsung terhadap dinding arteri koroner.
Resistensi insulin
merupakan sindroma yang heterogen, dengan factor genetic dan lingkungan
berperan penting pada perkembangannya. Selain resistensi insulin berkaitan
dengan obesitas, terutama obesitas perut, sindroma ini dapat terjadi pula pada
yang non-obesitas. Factor lain seperti kurangnya latihan fisik, makanan yang
mengandung lemak, juga dikatakan berkaitan dengan perkembangan terjadinya
obesitas dan resistensi insulin. Dikatakan bahwa, pembesaran depot lemak
visceral dan aktif secara lipolitik akan meningkatkan keluaran asam lemak bebas
( FFA ) portal dan menurunkan pengikatan dan ekstraksi insulin dihati, sehingga
menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia sistemik. Lebih lanjut peningkatan FFA
portal akan meningkatkan produksi glukosa dihati melalui peningkatan
glukoneogenesis yang menyebabkan hiperglikemia.
Pada orang dewasa normal gejala-gejala
hipoglikemia timbul bila kadar glukosa darah kapiler sekitar 2,2 mmol/l atau
kurang. Hipoglikemia dapat terjadi pada anal-anak atau pada bayi, bila turun
dibawah 1,1 mmol/l sebelum timbul gejala terjadi konvulsi. Hipoglikemik dapat
terjadi pada berkurangnya absorpsi glukosa oleh karena diet rendah karbohidrat
jangka lama. Kehilangan glukosa melalui urine karena ambang ginjal yang rendah
juga dapat terjadi hipoglikemia. Disamping itu hipoglikemia dapat terjadi pada
pengobatan diabetes mellitus yang kelebihan, insulinoma, defisiensi antagonis
insulin, hipoglikemia hepatik karena gangguan fungsi hepar dan juga pada
gastrekstomi atau gastroenterostomi.
Mekanisme kerja
hormon insulin terhadap fungsi dan metabolisme pada organ hepar dengan cara :
dapat menurunkan ketogenesis (pembentukan badan-badan keton), dapat meningkatkan sintesis protein
yang berasal dari glukosa, meningkatkan sintesis lipid dari glukosa juga dan menurunkan
pengeluaran glukosa karena penurunan reaksi glukoneogenesis dan yang terakhir
meningkatkan sintesis gikogen dari glukosa (glikogenesis).
Sumber :
Tinjauan
Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Frances.K. Widmann, Edisi 9,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Kapita
Selekta Patologi Klinik, D.N Baron, Edisi 4 Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Penuntun
Laboratorium Klinik, R.Gandasoebrata, Guru Besar FK Universitas Indonesia, Penerbit Dian Rakyat, 1989, Jakarta.
www.diabetesmellitus.com
patobiologi mesin pencari Google.
Diktat
Kimia Klinik, Pusdiknakes, Depkes RI tahun 1989
Anatomi
fisiologi, Pearce Evellin, halaman :
176, 177 dan 193
Konsensus
Pengelolaan Diabetes Mellitus di Indonesia, PERKENI, IDI, Boehringer Mannheim,
1993